Teman-teman
masih ingat bukan? Mengenang sedikit masa lalu, masa kecil atau remaja yang
bahagia kalau tidak mau dibilang kecil.. hehee.., ketika bersama dengan
teman-teman belajar mengaji.. baik di Mesjid, Surau atau di rumahnya
Ustad-Ustad kita tercinta, jadi terharu.. betapa mereka tanpa pamrih memberikan
pelajaran yang sangat berharga kepada kita murid-muridnya, semoga Allah
senantiasa merahmati dan memberi keberkahan kepada mereka.. amin..
Eits..
malah bercerita, bukan cerita itu yang akan saya tuliskan, baiklah kembali ke
tema utama. Kali ini saya akan sedikit sharing tentang makna iman. Masih kita
ingat, pelajaran di mesjid, surau, rumah dan sekolah atau di mana saja.. rukun
iman ada enam, yaitu :
“Iman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Nabi dan Rasul, hari
akhir, dan juga qoldo dan qodar”
Nah..
apakah iman? “iman adalah mempercayai atau meyakini rukun iman, diucapkan
dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan” sebatas itu yang saya ketahui
sejak dulu, tetapi ternyata itu tidak cukup, mengapa? Memang benar bahwa iman
adalah percaya atau yakin, dan kepercayaan atau keyakinan itu harus diucapkan
dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, itu harus, tetapi percaya
atau yakin yang layak disebut iman itu seperti apa?
Keyakinan yang mengantarkan pada
keimanan
Berikut
adalah makna iman, Al-îmân: tashdîq jâzm muthâbiqun li al-wâqi’ ‘an dalîl. Artinya iman adalah pembenaran yang
pasti, sesuai dengan realitas dan berdasarkan dalil. Dengan demikian, ada
tiga poin, syarat keyakinan itu layak menjadi iman, yaitu pertama pembenaran
yang pasti, kedua sesuai dengan realitas dan yang ketiga berdasarkan dalil.
Pembenaran yang
pasti, maksudnya adalah pembenaran terhadap yang diyakini harus bulat, harus
pasti, 100%, tidak boleh kurang sedikit pun, artinya tidak ada keraguan di
dalamnya.
@ contoh keyakinan
yang pasti
- Si Fulan ditanya, “kamu percaya Jin itu ada?” Kemudian Fulan menjawab “iya, saya percaya Jin itu ada.” Kemudian ditanya lagi, “yakin kamu?” Fulan menjawab lagi, “iya, yakin, kan ada dijelaskan dalam Al-Qur’an, jadi saya percaya dan yakin.” Yang demikian maka dapat dikatakan bahwa Si Fulan mempunyai keyakinan yang pasti, 100% pasti dan tidak ada keraguan sedikit pun.
@ Contoh keyakinan
yang tidak pasti, < 100%
- Si Fulan ditanya, “kamu percaya Jin itu ada?” Kemudian Fulan menjawab “iya, saya percaya Jin itu ada.” Kemudian ditanya lagi, “yakin kamu?” Fulan menjawab lagi, tapi agak lama karena mikir dulu, “wah, mungkin ada atau tidak yaa? Soalnya saya belum pernah melihat Jin” nah, pada contoh ini Si Fulan tidak mempunyai keyakinan yang pasti, jadi nilainya kurang dari 100%.
Keyakinan terhadap yang kita imani harus
pasti, karena apabila kurang sedikit saja, maka keyakinan atau pembenaran
tersebut tidak akan menghantarkan pada keimanan, malah yang ada adalah
keraguan.
Jadi, apabila kita ditanya, “kamu percaya Allah itu ada”, maka kita jawab, “saya percaya Allah ada”, dan kita juga harus mampu membuktikannya, baik dengan dalil aqli maupun dalil naqli.
Jadi, apabila kita ditanya, “kamu percaya Allah itu ada”, maka kita jawab, “saya percaya Allah ada”, dan kita juga harus mampu membuktikannya, baik dengan dalil aqli maupun dalil naqli.
Sesuai
dengan realitas, artinya apa yang kita yakini memang sesuai dengan realitas,
memang benar ada dan tidak diada-adakan.
Pernah seorang Arab Badui ditanya oleh Rasul, kira-kira begini: wahai Fulan dengan apa kamu percaya Allah itu ada? Maka Fulan menjawab, “telapak kaki onta menunjukkan adanya onta.” Cerdas juga Orang Badui ini, hehee.. Atau ketika kita ditanya, “kamu yakin ada pesawat?” kita jawab “iya saya yakin, saya mendengar suara pesawat”, kita juga gak kalah cerdas kan? Hehee.. artinya apa? Untuk meyakini eksistensi atau keberadaan sesuatu kita tidak harus melihat sesuatu yang kita yakini, apalagi untuk melihat Allah, akal dan panca indera kita tidak akan mampu menjangkau Allah Yang Maha Perkasa, tetapi dengan memperhatikan makhluk-makhluk ciptaan-Nya kita yakin bahwa Allah itu eksis atau ada.
Pernah seorang Arab Badui ditanya oleh Rasul, kira-kira begini: wahai Fulan dengan apa kamu percaya Allah itu ada? Maka Fulan menjawab, “telapak kaki onta menunjukkan adanya onta.” Cerdas juga Orang Badui ini, hehee.. Atau ketika kita ditanya, “kamu yakin ada pesawat?” kita jawab “iya saya yakin, saya mendengar suara pesawat”, kita juga gak kalah cerdas kan? Hehee.. artinya apa? Untuk meyakini eksistensi atau keberadaan sesuatu kita tidak harus melihat sesuatu yang kita yakini, apalagi untuk melihat Allah, akal dan panca indera kita tidak akan mampu menjangkau Allah Yang Maha Perkasa, tetapi dengan memperhatikan makhluk-makhluk ciptaan-Nya kita yakin bahwa Allah itu eksis atau ada.
Yang
terakhir adalah berdasarkan dalil, keyakinan harus bisa dibuktikan, bukti itu
yang disebut dalil, bisa dengan dalil aqli dan atau dalil naqli, tergantung
pada perkara yang diimani, apabila perkara yang dimani masih dapat dijangkau
oleh akal, maka dapat menggunakan dalil aqli, seperti eksistensi Allah, Kitab
Al-Qur’an dan Rasulullah. Namun apabila perkara yang diimani tidak mampu
dijangkau oleh akal, maka kita menggunakan dalil naqli, yaitu berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits mutawattir, contohnya adalah keberadaan surga dan neraka
yang kita ketahui dari Al-Qur’an dan Hadits.
Demikianlah, walau agak panjang lebar padahal sudah berusaha menulis sesingkat mungkin, mudah-mudahan dapat dipahami, dan apabila ada salah silahkan dikoreksi, kritik dan saran sangat diharapkan.
Wallahu’alm…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar